Laman

Kamis, 28 Oktober 2010

Mbah Maridjan







Indonesia terus berduka dengan banyaknya musibah yang terjadi di negeri ini, mulai dari Tsunami yang terjadi di Aceh hingga yang baru terjadi adalah Tsunami yang terjadi di kepulauan Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi. Banyak korban berjatuhan dari warga yang tinggal di lereng gunung dan yang paling fenomenal adalah sang juru kunci Merapi; Mbah Maridjan. 

Mbah Maridjan, pria kelahiran Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada tahun 1927 ini memiliki nama asli : Mas Penewu Suraksohargo; sudah sejak tahun 1972 menjadi juru kunci di Gunung Merapi. Amanah yang diterimanya dari Sultan Hamengku Buwono Ke IX dipengang teguh hingga akhir hayatnya.

Awal keterkenalan di mata dunia nasional dan internasional adalah keputusan yang fenomenal ketika pada tahun 2006, beliau meyakini bahwa Gunung Merapi tidak akan meletus. Padahal BMKG sudah memeberikan peringatan Awas. Dengan yakin dan berani, mbah Maridjan naik kepuncak gunung dan mendoakan agar tidak meletus. Ternyata, keputusannya yang beresiko tersebut, berhasil; Gunung Merapi yang terlihat ganas dan berbahaya tidak jadi meletus. Kemudian, karena keberhasilannya menjinakkan keganasan Merapi, Mbah Maridjan ditunjuk oleh perusahaan minuman energi untuk menjadi bintang iklannya.






Mbah Maridjan Meninggal

Juru Kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan akhirnya ditemukan tewas oleh tim penyelamat yang diterjunkan sejak Rabu (27/10) dinihari. Jasadnya sekitar pukul 06.05 berhasil dievakuasi dari lereng Gunung Merapi tepatnya di Desa Kinahrejo Kecamatan Cangkringan, Sleman atau berjarak sekitar 6 km dari puncak Merapi.

Keterangan yang dihimpun Republika, jenasah Mbah Maridjan ditemukan dalam kondisi sujud di dalam kamarnya. Ia masih mengenakan baju batik, kopiah warna putih serta sarung. Diduga saat bencana wedhus gembel datang yang bersangkutan sedang shalat.

Kabag Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Heru Trisno Nugroho membenarkan salah satu jenasah yang dikirim ke rumah sakitnya adalah Mbah Maridjan. Bintang iklan yang terkenal dengan kalimat Roso-roso itu dikirim sudah dalam kondisi tidak bernyawa. ‘’Tubuhnya sedang bersujud,’’ kata Heru kepada Republika [ via Republika ]











Mbah Maridjan, Menepati Janji Sampai Mati

Seribu pertanyaan dari publik tentang keberadaan Mbah Maridjan terjawab sudah. Juru kunci Gunung Merapi itu ikut gugur di pangkuan gunung penebar kesuburan itu. Amanah Sultan HB IX untuk menjaga gunung paling berbahaya di Indonesia itu, selesai sudah.

“Dilihat dari batiknya dan kopiah yang dipakai di kepalanya kita yakin (itu jenazah Mbah Maridjan),” kata petugas Tim SAR Yogyakarta, Suseno, saat ditemui di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (27/10/2010). Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di dapur. Luka bakar terdapat di tubuhnya. Bajunya robek-robek.

Nama Raden Ngabehi Suraksohargo atau yang lebih terkenal dengan panggilan Mbah Mardijan melambung seiring dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, pada 2006 lalu.

Mbah Maridjan terkenal karena sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini.

Bahkan, saking terkenalnya pria kelahiran Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, tahun 1927 itu, Pemerintah Jerman yang saat itu sedang menggelar hajatan Piala Dunia bermaksud mengundang Mbah Maridjan untuk menghadiri pembukaan Piala Dunia 2006. Si Mbah lantang menolak. “Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya,” tutur pria sepuh itu.

Bagaimana Mbah Maridjan setelah dikenal dunia? Apalagi Si Mbah saat ini telah menjadi ikon produk jamu “Roso-roso”! Adakah perbedaan dengan Si Mbah setelah lebih ‘berada’? Ternyata tidak. Mbah Maridjan tetap seperti yang dulu, ramah, rendah hati dan selalu tersenyum menghadapi siapa pun meski belum kenal sama sekali.

“Saya ya tetap seperti ini,” ujar Mbah Maridjan dengan Bahasa Jawa khasnya saat ditemui detikcom di sela-sela kesibukannya yang terus menerima tamu di saat musim liburan Natal dan Tahun Baru, Senin (24/12/2007) silam.

Mbah Maridjan menuturkan, pascameletusnya Gunung Marapi pada 2006 silam, banyak perubahan pada dirinya. Selain menjadi terkenal, dia menjadi ikon produk jamu yang juga membuat namanya semakin melambung.

“Tapi soal honor, itu bukan saya yang mengurusi. Tapi anak-anak saya, dan masyarakat juga menikmati hasilnya,” papar pria bersahaja ini.

Pengalaman lucu pun diceritakan Mbah Maridjan saat pengambilan gambar dalam iklan tersebut. “Waktu itu saya diajari agar saya mengangkat tangan saya sambil membawa gelas dan mengatakan ‘roso-roso’. Sering diulang,” kata Mbah Maridjan disambut tawa para tamunya.

Karena usianya yang semakin renta, Mbah Maridjan mengaku sudah tidak kuat lagi melakukan aktivitas sehari-hari semisal berladang dan mencari rumput. “Rumput satu kali mencari biasanya bobotnya 50 kilo. Jadi pundak saya sudah nggak kuat untuk mengangkatnya,” cerita Mbah Maridjan sambil tertawa.

“Kan sudah minum jamu ‘roso-roso’ itu, Mbah?” Mbah Maridjan hanya tertawa lebar mendengar pertanyaan tersebut.

Sayangnya, saat itu Mbah Marijan tidak mau lagi difoto bareng dengan pengunjung. Hal ini berbeda 2006 lalu tatkala Si Mbah dengan sabar bersedia meladeni tamu yang hendak berpose dengannya.

“Nanti kalau mau difoto tembok saya sudah nggak bisa lagi menampung foto-fotonya,” ujar si mbah sembari menunjukkan foto-foto Mbah Maridjan dengan berbagai pose yang terpampang di tembok rumahnya.

Namun kini, sosok sederhana dan rendah hati ini telah tiada. Mbah Maridjan menepati janjinya kepada Sultan HB IX untuk terus menjaga Merapi sampai akhir hayat.

Selamat Jalan Mbah Maridjan.... 

Kamis, 14 Oktober 2010

Pemantapan Strategi Advokasi dan KIE



Seminar mengenai Pemantapan strategi Advokasi dan KIE yang berlangsung di Hotel Mahadria, Serang pada tanggal 11 s/d 12 Oktober 2010. Salah satu agenda kegiatan adalah mengunjungi dapur redaksi Radar Banten. Berdialog dengan pimpinan redaksi dan awak media Radar Banten lainnya kemudian melihat proses editing berita hingga pencetakan layout untuk ditampilkan di koran.

Kamis, 07 Oktober 2010

Informasi mengenai tabung Elpiji 3 Kg.

Waspadalah bila anda mencium bau gas di dapur anda. Tak perlu panik, hampiri tabung gas, lebaskan regulator, bawa tabung ke luar. Periksa apakah tabung mengeluarkan desis dari mana saja. Bila iya, biarkan tabung ditempat terbuka sampai gasnya habis. Jangan biarkan ada yang mendekat. Bila tak terdengar desis, tabung anda baik-baik saja. Mungkin ada yang lupa mematikan kompor, padahal api kompornya padam karena sesuatu sebab. Buka pintu dan jendela dapur. Biarkan sampai bau hilang, jangan menyalakan atau mematikan lampu atau apapun yang ada di dapur sampai bau hilang.



Semua berita mengenai “ledakan tabung Elpiji” tidak ada yang mengkonfirmasi ditemukan tabung yang pecah atau sobek karena isinya meledak. Tak cukup alasan bagi tabung Elpiji untuk meledak. Jutaan tabung dilempar-lempar, dipanggang terik matahari, semua siksaan ini dapat ditahan oleh baja dan lasan tabung, sekalipun tabung tidak ber-SNI karena bikinan Cina (tapi berlogo Pertamina).

Jadi, menurut hemat penulis, tabung tak akan meledak pada suhu normal (tekanan sekitar 7 atmosfir) karena tabung dirancang tahan sampai 28 atmosfir Kemungkinan besar, Elpiji bocor dengan deras dari tabung, melalui celah antara katup tabung dan regulator, lantaran sekatnya tidak melaksanakan tugas seperti seharusnya. Gambar-2 menunjukkan sekat dimaksud, yakni cincin yang terbuat dari karet, berwarna hitam.

Mekanisme pemasangan regulator untuk tabung 3 dan 12 kg adalah tipe clip-on. Gambar-3 adalah diagram yang memperlihatkan mekanisme penahan regulator dan pembuka katup, regulator pada posisi OFF.


menunjukkan posisi “regulator ON”. Pengait menahan regulator tetap ditempat, plunger menekan katup sehingga membuka, mengalirkan uap Elpiji ke dalam regulator.

Ilustrasi pemasangannya pada tabung.


Perhatikan bahwa hanya ada satu pengait, sehingga regulator dapat bergoyang-goyang bila tersentuh. Demikian pula, hanya ada satu penyekat antara regulator dengan katup. Cincin penyekat itu.Tabung, katup, regulator, dan selang bukanlah penyumbang utama dalam musibah Elpiji di tanah air. Benda-benda ini dipakai juga di banyak negara tanpa menimbulkan masalah berarti. Regulator tipe clip-on adalah favorit karena kemudahannya dalam memasang dan melepaskannya. Tekanan yang masuk ke regulator adalah tekanan penuh dari Elpiji. Di negri kita berkisar antara 5 sampai 7 atmosfir, tergantung campuran elpijinya dan suhu ruang. Tekanan ini cukup besar, kira-kira sama dengan tekanan kompressor tambal ban di pinggir jalan.

Tekanan sebesar ini sepenuhnya harus ditahan oleh cincin sekat hitam yang ditunjukkan pada Gambar-2. Inilah tempat kebocoran utama yang dapat membuat ruangan menjadi eksplosif. Inilah sambungan yang paling rawan, dan bocor atau tidak ditentukan oleh kualitas cincin penyekat (seal) ini. Tentu saja bila mulut katup pada tabung penyok atau cuil berat bagian tengahnya, seal sebaik apapun tak dapat menyekat.

Masih ada dua sambungan lagi yang juga diributkan, yakni sambungan antara regulator dengan selang, dan diujung selang lainnya, yaitu sambungan antara selang dengan kompor. Kedua sambungan ini tidak menanggung beban berat, karena tekanan dalam selang, yaitu tekanan keluaran dari regulator, sangat rendah. Tekanannya cuma sekitar 30 milibar (1,03 atmosfir). Tekanan sebesar ini tidak dapat keluar dari lubang yang dibuat dengan tusukan jarum pada selang. Seandainyapun keluar, jumlahnya tak akan cukup untuk membuat ruangan menjadi eksplosif, karena gas lebih cepat menyebar dibandingkan dengan pasokan dari kebocoran disini.

Selain itu regulator juga memiliki kapasitas, yang membatasi aliran gas yang keluar. Kapasitas umum regulator clip-on adalah 2 kilogram per jam. Gas bocor sebanyak 2 kg dalam dapur dengan ukuran sedang dapat meledak bila terpicu bunga api dari saklar lampu yang dinyalakan atau dimatikan.

Jadi kalau selang putus, dan tak diketahui selama sejam, bahaya mengancam.

Kebocoran pada seal yang tidak baik mutunya bisa lebih dari 2 kg per jam.

Bagaimana kebocoran pada kompor, misalnya karena lupa tidak mematikan katup kompor padahal kompor tidak menyala? Kepala kompor yang normal kapasitasnya mungkin seperempat kilogram per jam. Dapur bisa berbahaya bila ada satu kepala kompor yang tidak ditutup dalam waktu semalam.



Sebagai langkah pengamanan, Elpiji untuk konsumsi masyarakat harus diberi bau dengan kadar minimal 25 mililiter per ton Elpiji. Pembau yang digunakan adalah ethyl-mercaptan, senyawa hidrokarbon dengan belerang, baunya seperti durian atau telur busuk, tergantung siapa yang menciumnya. Ini zat tak berwarna dengan keenceran seperti bensin premium, dan cair dalam suhu dan tekanan ruang. Oleh karena itu ia harus dilarutkan dengan baik dalam Elpiji, agar bila elpiji bocor, dia juga keluar dan memberikan peringatan kepada yang menciumnya. Baunya kini dikenal sebagai “bau gas”.

Jadi masalahnya saya kira bukan tabung, regulator, selang atau kompor . Tapi penyekat karet kecil itu dan kadar pembau dalam Elpiji.



Masa Kadaluwarsa Tabung LPG

Tahukah anda jika TABUNG nya gas elpiji ada masa kadaluwarsa- nya ?
Jika anda beli gas, harap diperiksa lebih dahulu, kapan TABUNG tersebut berakhir masa pakainya.

Penulisan kadaluwarsa berupa "ALFA CODE". Contoh: " A 09 "
A = Januari - Maret
B = April - Juni
C = Juli - September
D = Oktober - Desember
maka A 09 adalah : Jan- Mart tahun 2009

Sebarkan pengetahuan ini , barangkali anda bisa menyelamatkan seseorang. Ini penting karena gas yg sdh kadaluwarsa bisa berbahaya. Jangan main2 pentinggggg. Thanks untuk yang mau mengerti.

Selasa, 05 Oktober 2010

Musim Hujan


Saat ini cuaca di indonesia sedang mengalami musim hujan. Curah hujan tinggi di beberapa tempat, malah sampai ada yang terjadi banjir. Sekedar informasi buat bloggers yang lain.Tolong dibaca baik2 yaa…
Terutama POINT ke 7…
Semoga bermanfaat…
Segala puji bagi Allah Ta ’ala atas segala macam nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga,para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta ’ala berfirman (yang artinya), ”Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya ?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69) Begitu juga firman Allah Ta ’ala (yang artinya),”Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. ” (QS. An Naba’ [78] : 14). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya),”Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah- celahnya. ” (QS. An Nur [24]: 43) yaitu dari celah-celah awan. (Lihat Majmu ’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 24/262, Maktabah Syamilah) Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta ’ala,kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta ’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman- Nya (yang artinya), “Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul,
tatkala hujan itu turun,datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar. Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sudah selayaknya kita mengamalkan berbagai adab ketika musim hujan berikut ini :

[1] Keadaan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung Dari Aisyah radhiyallahu‘ anha, beliau berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, ’Allahummashoyyiban nafi’an’ [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat]. ” (Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani).
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memuji Allah setelah awan tadi hilang karena ditakutkan awan ini adalah tanda
datangnya adzab dan kemurkaan Allah. (Lihat Syarh Shohih Adabil Mufrod, 2/343) ’Aisyah radhiyallahu ’anha
berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau shallallahu ’alaihi wasallam beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’ alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya.’ Aisyah sudah memaklumi beliau shallallahu ’alaihiwa sallam melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad)
sebagaimana pada firman Allah (yang artinya), ” Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka. ” (QS. Al Ahqaf[46] : 24)” (HR. Bukhari no.3206)

[2] Mensyukuri Nikmat
Turunnya Hujan Apabila Allah memberi nikmat dengan diturunkannya hujan,dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca do ’a, َّمُهَّللا ًابِّيَصًاعِفَان“Allahumma shoyyiban nafi’an (Ya Allah,turunkanlah hujan yang bermanfaat). ” Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wasallam ucapkan ketika melihat hujan turun. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ’anha,Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam tatkala melihat hujan turun,
beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mengucapkan ’ Allahumma shoyyiban nafi’an’ [Ya Allah turunkanlah ada kami hujan yang bermanfaat]”.(HR. Bukhari, Ahmad, dan An Nasai). Yang dimaksud shoyyiban adalah hujan.(Lihat Al Jami ’ Liahkamish Sholah, 3/113, Maktabah Syamilah dan Zadul Ma ’ad,I/439, Maktabah Syamilah)

[3] Turunnya Hujan, Salah Satu Waktu Terkabulnya Do ’a
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, 4/342 mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’ alaihi wa sallam bersabda,

اوُبُلْطُا َةَباَجِتْسا
ِءاَعُّدلا َدْنِع ٍثاَلَث :
َدْنِع ِءاَقِتْلا
ِشوُيُجْلا ، ِةَماَقِإَو
ِةاَلَّصلا ، ِلوُزُنَو
ِثْيَغْلا
’Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan :
[1] Bertemunya dua pasukan, [2]Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun. ” (Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma ’rifah dari Makhul secara mursal. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat hadits no.1026 pada Shohihul Jami ’) [4] Tatkala Terjadi Hujan Lebat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian tatkala hujan turun begitu lebatnya, Nabi shallallahu‘ alaihi wa sallam berdo’a,
ّمُهَّللا اَنْيَلاَوَح
اَلَو اَنْيَلَع َّمُهَّللا
ىَلَع ِماَكآْلا ِلاَبِجْلاَو
ِباَرِّظلاَو ِنوُطُبَو
ِةَيِدْوَأْلا ِتِباَنَمَو
رَجَّشلا
ِ
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami,bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan. ” (HR. Bukhari no. 1013 dan 1014). Oleh karena itu, saat turun hujan lebat sehingga ditakutkan membahayakan manusia, dianjurkan untuk membaca do’a di atas. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/114, Maktabah Syamilah) [5] Mengambil berkah dari Air Hujan Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,”Kami bersama Rasulullah shallallahu ’ alaihi wa sallam pernah kehujanan. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kamimengatakan, ’Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian ?’Kemudian Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda :
ُهَّنَأل ُثيِدَح ٍدْهَع
ِهِّبَرِب ىَلاَعَت
“Karena dia baru saja Allah ciptakan.” (HR.Muslim no. 2120) An Nawawi dalam SyarhMuslim, 6/195, makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut. Kemudian An Nawawi mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama syafi ’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut.Dan mereka juga berdalil bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan (ilmu), apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang dia tidak ketahui, hendaknya dia menanyakan untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain. ” (Lihat Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 6/195,Maktabah Syamilah) Lihat pula perbuatan sahabat yang satu ini, dia juga mengambil berkah dari air hujan dengan mengguyur pakaian dan pelananya.Dari Ibnu Abbas, beliau radhyillahu ‘anhuma berkata :
ُهَّنَأ َناَك اَذِإ ِتَرَطْمَأ
ُءاَمَّسلا، ُلْوُقَي: “اَي
ُةَّيِراَج ! يِجِرْخَأ
يِجْرَس، يِجِرْخَأ
يِباَيِث، ُلْوُقَيَو:
اَنْلَّزَنَو َنِم ِءاَمَّسلا
ًءاَم ًاكَراَبُم ]ق: 9 ].
”Apabila turun hujan, beliau mengatakan,’Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku’.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya). ” (QS. Qaaf[50] : 9)” (Lihat Adabul Mufrod no. 1228. Syaikh Al Albani mengatakan sanad hadits ini shohih dan hadits ini mauquf [perkataan sahabat]) [6] Dianjurkan Berwudhu dari Air Hujan. Dianjurkan untuk berwudhu dari air hujan apabila airnya mengalir deras (Lihat Al Mughni, 4/343, Maktabah Syamilah). Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu‘ alaihi wa sallam mengatakan :

,اوُجُرْخُا
اَنِب ىَلإ اَذَه يِذَّلا
ُهَلَعَج ُهَّللا اًروُهَط ،
ُهْنِمَرَّهَطَتَنَف
َدَمْحَنَو َهّللا هْيَلَع
ِ
”Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci. ” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini. ” (Lihat Zadul Ma’ad, I/439,
Maktabah Syamilah)Namun, hadits di atas munqothi ’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi (Lihat Irwa ’ul Gholil).Hadits yang serupa adalah :
َناَك ُلْوُقَي اَذِإ َلاَس
يِداَولا ” اْوُجُرْخُأ اَنِب
ىَلِإ اَذَه يِذَّلا ُهَلَعَج
ُهللا اًرْوُهَط ُرَّهَطَتَنَف
ِهِب “
“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu‘ alaihi wa sallam mengatakan,’Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci ’, kemudian kami bersuci dengannya. ” (HR.Muslim, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. Lihat Irwa ’ul Gholil) [7] Janganlah Mencela Hujan Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan kenikmatan dari Allah Ta ’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan dari seorang muslim seperti ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Sungguh, kata-kata seperti ini tidak ada manfaatnya sama sekali, dan tentu saja akan masuk dalam catatan amal yang jelek karena Allah berfirman :
اَم ُظِفْلَي ْنِم ٍلْوَق
اَّلِإ ِهْيَدَلٌبيِقَر
ٌديِتَع”

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. ” (QS. Qaaf [50] : 18) Bahkan kata-kata seperti ini bisa termasuk kesyirikan sebagaimana seseorang mencela makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa seperti masa (waktu). Hal ini dapat dilihat pada sabda Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam,“Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti. ’ ” (HR.Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Janganlah kamu mencaci maki angin. ” (HR.Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih). Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa(waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa, termasuk juga hujan adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk- makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, ’Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat ’-, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.(Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 227-231). Perhatikanlah hal ini! Semoga Allah selalu menjaga kita, agar lisan ini banyak bersyukur kepada-Nya atas karunia hujan ini, dan semoga Allah melindungi kita dari banyak mencela. [8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan > Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu‘ alaihi wasallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan,”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian ?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui ”.Kemudian Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda :

« َحَبْصَأ ْنِم ىِداَبِع
ٌنِمْؤُم ىِب ٌرِفاَكَو
اَّمَأَف ْنَم َلاَق اَنْرِطُم
ِلْضَفِب ِهَّللا
ِهِتَمْحَرَو. َكِلَذَف
ٌنِمْؤُم ىِب ٌرِفاَكَو
ِبَكْوَكْلاِب اَّمَأَو ْنَم
َلاَق اَنْرِطُم ِءْوَنِب اَذَك
اَذَكَو. َكِلَذَف ٌرِفاَك
ىِب ٌنِمْؤُم ِبَكْوَكْلاِب
»
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi warohmatih ’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wakadza ’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang- bintang. ”(HR. Muslim n0.240)Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, jika meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata. ” (Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Maktabah Syamilah) Demikian beberapa adab ketika musim hujan. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi taufik oleh Allah untuk mengamalkannya.

Anak laki atau perempuan

 
Tabel diatas adalah panduan untuk menentukan kelamin anak yang akan lahir..